SEMALAM DIBANGUN, MANFAAT BERATUS TAHUN
Konon Masjid Al Alam (Al Auliya) Marunda, dibangun hanya dalam tempo
semalam. Banyak kisah heroik muncul dari masjid ini, di antaranya Si
Pitung.
“MENCARI barokah,” begitulah kata Mulyonorahim, salah satu peziarah
saat ditanya tujuannya datang ke Masjid Al Alam Marunda, Cilincing,
Jakarta Utara. Lelaki asal Kota Pasuruan Jawa Timur itu sudah dua bulan
menetap di Masjid Al Alam. Saat ditemui, ia sedang menata ubin lantai
di sebelah kanan Masjid. “Saya berniat lillahi ta’ala membantu,”
jawabnya.
Senada dengan Mulyono, beberapa peziarah lainnya seperti Fathoni,
Madjid dan Ramli juga berniat mencari barokah dengan banyak melakukan
ritual ibadah di Masjid Al Alam.
Kedatangan para peziarah yang berasal dari berbagai daerah itu, tidak
lepas dari keistimewaan sejarah Masjid Al Alam yang konon dibangun oleh
Walisongo. “Masjid ini dibangun Walisongo dengan tempo semalam, saat
menempuh perjalanan dari Banten ke Jawa,” kata M. Sambo bin Ishak,
wakil ketua Masjid Al Alam. “Karena itu, nama asli masjid ini Al
Auliya, masjid yang dibangun para wali Allah,” lanjutnya.
Sementara di tempat terpisah, tokoh Betawi, Alwi Shahab, mengatakan
bahwa pendiri masjid Al Alam adalah Fatahilah dan pasukannya pada tahun
1527 M, setelah mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa. “Ada keyakinan di
masyarakat Marunda, bahwa Fatahillah membangun Masjid Al-Alam hanya
dalam sehari,” katanya di Kantor Harian Republika.
Meski berbeda pendapat, baik Sambo dan Alwi Shahab mengatakan hal yang
sama bahwa Masjid Al Alam dibangun hanya dalam tempo semalam, meski
pijakan alasan keduanya berbeda.
Berangkat dari tempo pembangunan itu, tidak mengherankan bila masjid
yang ukurannya mirip musala itu menjadi istimewa bagi masyarakat
Marunda khusunya, dan umat Islam umumnya. Terlebih bila mengingat bahwa
Masjid Al Alam juga sarat nilai sejarah perlawanan terhadap penjajah.
Seratus tahun kemudian (1628-1629), lanjut Alwi Shahab, ketika ribuan
prajurit Mataram pimpinan Bahurekso menyerang markas VOC (kini gedung
museum sejarah Jakarta) para prajurit Islam ini lebih dulu singgah di
Marunda untuk mengatur siasat perjuangan.
Penuturan Alwi Shahab tersebut, senada dengan penjelasan Sambo tentang
lubang kecil berbentuk setengah oval yang terdapat di bagian kiri
masjid Al Alam. Menurutnya, lubang tersebut digunakan sebagai
pengintaian terhadap bala tentara musuh. “Tidak
hanya tentara Demak, tapi juga Si Pitung, Si Ronda, Si Jampang, Si
Mirah dan lainnya pernah bersembunyi di sini dari kejaran Belanda.
Mereka bisa selamat karena menurut cerita, bila bersembunyi di Masjid
ini mereka tidak akan kelihatan.”
Sementara itu, melihat arsitektur Masjid Al Alam akan mengingatkan pada
model Masjid Demak, namun berskala lebih mini—ukurannya 10×10 m2.
Atapnya yang berbentuk joglo ditopang oleh 4 pilar bulat “kuntet,”
seperti kaki bidak catur. Mihrab yang pas dengan ukuran badan menjorok
ke dalam tembok, berada di sebelah kiri mimbar. Uniknya masjid ini
berplafon setinggi 2 meter dari lantai dalam.
Kemudian, di bagian kiri Masjid, dulunya merupakan kolam yang digunakan
untuk mencuci kaki sebelum masuk masjid. Ini mengingatkan pada
arsitektur Masjid Agung Banten Lama. Bedanya, kolam di Masjid Agung
Banten Lama terletak di bagian depan halaman masjid. “Dulunya di sini
memang kolam. Buktinya ada sumur di samping masjid,” kata Sambo sambil
menunjuk letak kolam yang saat ini sudah tertutup ubin berwarna merah
dan sebuah sumur yang sudah ditutup.
Beberapa bagian masjid lainnya masih asli. Di antaranya adalah tembok
di ruang utama masjid yang memiliki ketebalan sekira 27 cm dan hiasan
jendela yang terdapat di ruang pengimaman. “Itu juga asli, dalamnya
terbuat dari batu giok,” lanjutnya.
Selain itu, Sambo juga menunjukkan sebuah tongkat yang terukir
melingkar seperti ular. Menurutnya, tongkat tersebut cukup istimewa dan
hanya dikeluarkan setiap hari Jum’at untuk khutbah. “Tongkat ini
datangnya misterius. Tiba-tiba datang ke sini lewat air,” katanya.
Saat ini, masjid yang terletak di tepi pantai itu tidak pernah sepi.
Selalu diziarahi, terutama setiap malam Jumat Kliwon dengan kegiatan
rutin berupa istighosah.
Dengan keistimewaan Masjid Al Alam, baik nilai-nilai sejarah perlawanan
yang heroik dan karomah para pendirinya, dalam perkembangannya juga
membawa manfaat bagi masyarakat sekitar Marunda, baik yang berhubungan
dengan nilai-nilai islami maupun rizki. Dengan ramainya para peziarah,
masyarakat bisa mengambil keuntungan dengan menjual makanan di sekitar
Masjid Al Alam.
Demikianlah keistimewaan masjid Al Alam atau Al Auliyah Marunda. Meski
dibangun hanya dalam tempo semalam, tapi manfaatnya terasa beratus
tahun.
Sumber http://www.kaskus.us/showpost.php?p=36301672&postcount=220

Tidak ada komentar:
Posting Komentar